77 Resep Menjadi Guru Inspiratif, Produktif, dan Kaya raya – part 2

Mendididik Dimulai dari Niat yang Ikhlas

Bab 2: Mendidik Dimulai dari Niat yang Ikhlas

Mutiara Kata:
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.”
— (HR. Bukhari dan Muslim)


Inspirasi Tokoh:

Tokoh Inspiratif yaitu Imam Al-Ghazali, seorang ulama dan pemikir besar Islam, menekankan pentingnya niat dalam setiap amal, terutama dalam menuntut dan menyampaikan ilmu. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, ia menguraikan bahwa ilmu bisa menjadi cahaya penerang kehidupan, atau justru menjadi kebinasaan, tergantung pada niat pengembannya. Al-Ghazali menulis, guru sejati tidak mengajar untuk dipuji, dihormati, atau memperoleh materi, tetapi untuk menyelamatkan dirinya dan orang lain dari kebodohan dan kesesatan.

Pada suatu masa, Al-Ghazali bahkan meninggalkan semua jabatan dan ketenaran demi menyucikan niatnya dalam mencari ilmu dan mengajar. Ia mengasingkan diri bertahun-tahun, hanya untuk memastikan bahwa setiap ilmu yang ia ajarkan benar-benar diniatkan karena Allah. Pengalaman spiritual itu menjadikannya salah satu ulama paling berpengaruh sepanjang sejarah Islam. Kisahnya menjadi pengingat kuat bagi para guru: niat adalah pondasi utama dalam mendidik.

Pembahasan:

Sahabat,Dalam dunia pendidikan yang penuh tantangan dan tuntutan, menjaga niat menjadi hal yang sangat penting namun sering terlupakan. Kita bisa terseret oleh rutinitas administrasi, tekanan target sekolah, bahkan obsesi personal terhadap prestasi atau pengakuan. Namun, mari kita kembali bertanya: “Untuk apa aku mengajar hari ini?”

Niat adalah kompas batin kita sebagai guru. Jika niat kita murni untuk mengabdi kepada Allah dan mencerdaskan generasi, maka kita akan lebih sabar menghadapi siswa yang sulit, lebih ikhlas saat hasil kerja tak langsung dihargai, dan lebih ringan langkah saat menjalani tugas-tugas harian. Ikhlas menjadikan aktivitas kita penuh berkah, meskipun sederhana.

Niat juga memberi makna dalam kelelahan. Ketika guru kelelahan namun tahu bahwa apa yang ia lakukan bernilai ibadah, maka hatinya tetap tenang. Bandingkan dengan guru yang hanya mengajar demi gaji, maka sedikit rintangan saja bisa membuatnya kecewa, mengeluh, bahkan menyerah. Padahal, niat adalah bahan bakar tahan lama yang tidak habis oleh keadaan.

Sahabat, menjaga niat memang tidak mudah. Ia perlu diperbarui terus-menerus. Bahkan saat kita sedang merasa marah, kecewa, atau lelah, kita bisa berhenti sejenak, menunduk, lalu berkata dalam hati: “Ya Allah, aku ingin terus mengajar karena-Mu.” Kalimat sederhana ini bisa menenangkan batin dan menyegarkan semangat mengabdi.

Dengan niat yang lurus, kita bukan hanya menjadi guru di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Tuhan. Kita bukan hanya mendidik pikiran, tetapi juga hati. Dan kelak, mungkin bukan jabatan atau penghargaan yang akan menjadi amal jariyah kita, tapi keikhlasan kecil yang tak terlihat manusia.

Tips Praktis:

  • Awali hari mengajar dengan membaca doa dan memperbarui niat.
  • Tuliskan niat jangka panjangmu menjadi guru di buku jurnal pribadi.
  • Evaluasi diri setiap pekan: apakah niat mengajarku masih lurus?

Sekilas Info:

Dalam dunia psikologi modern, konsep “niat” memiliki kekuatan mengarahkan perilaku dan ketahanan emosi. Teori Intention-Behavior Gap menyebut bahwa orang yang memiliki niat kuat dan bermakna cenderung lebih konsisten dalam tindakannya, bahkan dalam kondisi sulit. Maka, menjaga niat juga berdampak positif secara psikologis.

simak bagian sebelumnya

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *